
Sebenarnya kurang tepat kalau kita mengatakan politikus itu tidak tahu apa-apa, karena politikus itu sendiri berarti orang yang ahli dalam politik. Namun ada arti lain, bahwa politikus itu adalah orang yang berkecimpung di dunia politik. Jadi tak salahlah kalau saya memberi judul seperti yang tertulis di atas.
Seorang yang akan terjun ke dunia politik,
seharusnya tahu tentang filsafat walau sedikit, agar bisa dibedakan mana orang
yang berpolitik memukau dan berpengaruh. Katakanlah politik itu juga ada
seninya. Kalau seseorang yang berpolitik tak tahu, katakanlah tak tahu seninya
bagaimana, orang itu akan tampak seperti badut. Sekarang banyak sekali hal
rekayasa. Kadang tidak bisa dibedakan mana yang badut dan mana yang bukan. Tapi
tenang, badut yang duduk di atas kursi lebih tampak tidak seperti badut
sungguhan, tapi lebih tampak pada badut amatir. Tentu siapa pun tidak ada yang
suka saat dibilang dirinya badut, tapi orang yang sudah tampak dengan jelas
seperti badut tidak mengakui dirinya badut, itulah yang dinamakan badut amatir.
Kembali pada pembahasan filsafat tadi, bahwa orang
yang masuk ke dunia politik tapi tidak tahu tentang filsafat, dia akan sesat.
Jangan tanyakan bagaimana bisa sesat, sebab jelas sekali, korelasi antar
sekitar, tentang nilai, etika dan sebagainya juga akan disalahartikan. Sesat,
kadang malah sesat menyesatkan. Sekolah untuk tahu politik memang ada, sudah
disediakan, tapi itu tidak mencetak dan menjadikan tahu tentang seni politik yang
sebenarnya. Intinya, tahu filsafat, sejarah, dan segala hal tentang pemikiran
itu penting. Kalau ada yang menolak argumen ini, coba lihat mereka yang masuk
politik tapi tak tahu hakikat filsafat, mereka tak lebihnya hewan yang dungu,
bisanya mengambil, menguras, berpendapat omong kosong, bulsit, dan
membuat kekacauan. Tidak dalam lingkup besar, tapi bisa terjadi dalam lingkup
kecil yang kemudian membesar. Hal yang kecil kalau diulang-ulang akan jadi
besar, bukankah begitu? Hal yang salah kalau diulang-ulang akan menjadi benar,
bukankah begitu? Badut amatiran yang duduk di kursi politik akan menjadi biasa
kalau tidak ada kesadaran untuk mengubahnya. Perubahan di sini tidak pada
fisik, tapi akal, rasio dan budi.
Filsafat yang saya maksud berkenaan dengan
pemikiran dan sejarahnya. Filsafat barat dan filsafat timur selama ini sama
sekali berbeda. Kalau seorang politikus tidak tahu hal itu, maka mereka akan
lupa tempat di mana mereka berpolitik, yang kemudian itu menimbulkan masalah,
dan masalah itu menyesatkan. Misal, seorang yang berpolitik di indonesia, tapi
mengandalkan materi, tentu dia tidak akan menjadi hal yang lebih baik, karena pemikiran
awal filsafat timur beranggapan bahwa materi itu tak penting, yang penting adalah
kebahagiaan sejati, anggaplah yang dituju kesenangan akhirat, bukan dunia.
Andai politikus itu tahu bahwa di Indonesia mayoritas orang tidak mementingkan
materi, tapi lebih pada hal yang mistis, kerohanian, politikus itu tidak akan
menjadi badut amatiran.
Karena sepanjang sejarah, dari abad sebelum masehi
sampai abad ke dua puluh satu masehi ini, pandangan antara filsafat barat dan
timur bertolak belakang. Katakanlah, di barat mementingkan rasio, sedang di
timur mementingkan intuisi. Itulah sebabnya, perkembangan lebih pesat di barat
di banding dunia bagian timur, sebab di barat filosofinya menaklukkan kehidupan
atau menentangnya, sedang di timur adalah menyerahkan semua pada kehidupan. Di
barat, baik para politikus, pengindustrian dan sebagainya lebih maju, walau akibat keburukannya juga lebih
banyak, mereka maju karena mau menambah pengetahuan, sebutlah berusaha
menemukan hal baru, dan selalu memperbarui. Sedang di timur, orang-orang lebih
suka mempertahankan apa yang sudah dicapai nenek moyang, bahkan tak jarang ada
yang menyembahnya. Itulah mengapa dunia di bagian timur terbelakang dan dunia
bagian barat sebaliknya.
Orang yang takut mengambil tindakan, itu adalah
sifat dan kekuatan sebagai identitas bahwa diri orang timur. Sedang orang yang
tak takut mengambil tindakan dan selalu bergerak, tidak pasif, itu mencirikan
orang barat. Sebutlah semua itu adalah pencitraannya.
Jadi, kalau mau masuk politik, tahulah dulu sejarah
dan kedudukan diri, orang barat atau orang timur, hidup di Amerika atau di
Indonesia? Jangan sampai jadi orang dungu yang kemudian diperbudak politik.
Lagipula, saya menganjurkan bahwa politik dihapuskan saja di negeri ini, karena
itu tidak cocok dengan filosofinya, dari dulu sampai sekarang tidak pernah ada
kecocokan. Sebab bagaimana politik bisa berperan baik kalau yang dijalankan
adalah sifat pasif, tidak ada keinginan untuk membuat hal baru dan berinovasi.
Ada baiknya juga mempertahankan kefilsafatan dunia bagian timur karena itu akan
memperkecil kerusakan. Sekarang lihat di dunia bagian barat, banyak perubahan,
tapi akibat dari perubahan itu setimpal dengan konsekuensinya. Di barat, antara
kesenangan dan kepedihan selalu berjalan sejajar, bahkan kadang berpacu seperti
balapan kuda, saling mendahului dan menjatuhkan. Itulah kejamnya dunia kalau
dipandang dari kejamnya, tapi dunia akan lebih sempurna dan mengagumkan kalau
dipandang dari hal yang mengagumkan. Tinggal memilih, mau jadi bagian yang
mana, yang buruk berinovasi atau baik tapi pasif?[]
Labels:
2017
Terima kasih telah membaca Politikus Hanyalah Badut Amatiran. Kalau Anda suka, bagikan!
0 Comment for "Politikus Hanyalah Badut Amatiran"